Jumat, 14 Oktober 2011

Kerangka Proses Perencanaan Strategis Public Relations


4 Langkah proses Public Relations
Langkah- Langkah Proses Perencanaan Strategis dan Garis Besar Program
  1.  Menentukan masalah humas

Penelitian
Masalah dan Peluang
  1.  Problem
  2.  Analisis Situasi : informasi-latar belakang-data-bukti
·  Faktor/kekuatan dalam
·  Faktor/kekuatan luar
        2.    Perencanaan dan Program



Sasaran dan Tujuan
       3.    Sasaran Program
       4.    Publik
-  Siapa yang terlibat/terpengaruh?
-  Bagiamana keterlibatan/keterpengaruhan   mereka?
       5.   Tujuan Program – untuk publik
        3.    Bertindak dan berkomunikasi


Implementasi – Pelaksanan
       6.   Program Tindakan – untuk publik
       7.   Program Komunikasi – untuk publik
·                 - Strategi pesan
·                 - Strategi media
       8.  Rencana Pelaksanaan Program
·                 - Pemberian tanggung jawab      
-  Penjadwalan
·                 - Anggaran

         4.   Pengevaluasian Program

Evaluasi dan Hasil

         9.   Rencana Evaluasi
        10. Umpan Balik dan Penyesuaian Program

Sumber : Broom & Dozier, 1990

Kategori Mengidentifikasi Publik


John Dewey, dalam bukunya The Public and Its Problemstahun 1972, mendefinisikan public sebagai sekelompok orang yang dicirikan sebagai berikut.
  1. Menghadapi situasi tidak menentu yang hampir sama.
  2. Mengenali apa yang tidak menentu dalam situasi tersebut.
  3. Mengorganisasi untuk melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dengan demikian, publik adalah sekelompok  orang yang memiliki masalah yang sama dan tujuan yang sama  dan mengenali kesamaan kepentingan mereka.  Pada sisa buku ini, kita akan mendiskusikan metode spesifik dalam mengukur opini publik dan menggunakannya secara efektif dalam kerja public relations. James Grunig megusulkan dan meguji tiga kategori untuk mengindentifikasi publik berdasarkan defenisi Dewey.
  • Publik Laten—-Sebuah kelompok menghadapi situasi yang tidak menentu, tetapi tidak mengetahui hal tersebut sebagai sebuah masalah.
  • Publik Sadar-— Kelompok yang mengenali  masalahnya, yaitu tentang apa yang hilang dalam sebuah situasi dan menyadarinya.
  • Publik Aktif-—- Kelompok yang berusaha untuk mendiskusikan dan melakukan sesuatu tentang masalah tersebut.
Kategori seperti diatas mengelompokkan orang bersama-sama dengan orang yang memiliki sikap yang sama. Hal ini memungkinkan praktisi public relations untuk berkomunikasi dengan setiap kelompok mengenai kebutuhan dan keprihatinannya daripada berusaha berkomunikasi dengan publik “rata-rata” yang tidak nyata.  Meneliti opini publik dalam kategori yang sesuai bisa membantu melancarkan proses public relations. Sebagai contoh, tidak mustahil bagi seorang praktisi untuk mengklasifikasi audiensi utama untuk kampanye public relations dalam salah satu kategori di atas dan mengembangkan pesan spesifik kepada mereka. Dalam kasus Cedar Spring, para dokter adalah publik yang aktif. Namun, jika pihak manajemen tidak memperhatikan pendapat dari publik laten, yaitu para pasien, maka kesalahan dengan biaya tinggi tentu telah akan terjadi.

Sumber : Public Relations Profesi dan Praktik oleh Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T. Heiman, Elizabeth L.Toth. hal. 117-118 

Survei Gambaran Organisasi


Survei sikap yang  menentukan persepsi publik terhadap sebuah organisasi menolong manajer public relations dalam memperoleh pandangan secara menyeluruh tentang gambaran organisasi. Secara umum, riset seperti itu berusaha untuk mengukur (1) keakraban publik dengan organisasi, pegawainya, produknya, kebijakannya, dan segi lainnya; (2) tingkat persepsi positif atau negatif publik tentang organisasi; serta (3) karakteristik berbagai publik yang mengacu pada organisasi tersebut. Sering kali, organisasi menggunakan survei seperti ini sebagai alat perencanaan dalam membandingkan gambaran yang sudah ada dengan gambaran yang diinginkan. Segera setelah perbedaannya bisa diketahui, tujuan gambaran yang ingin diciptakan dapat ditetapkan dan rencana strategis dapat dibuat untuk mengatasi masalah yang teridentifikasi. Sebagai contoh, kota – kota yang berusaha menarik konvensi dan turis bisnis untuk berkunjung ke kotanya, kota – kota tersebut secara periodik memeriksa gambaran mereka yang dipersepsi oleh kelompok utama dan kemudian menggunakan data ini untuk mengevaluasi teknik menarik turis yang telah mereka lakukan.

Walaupun beberapa organisasi melakukan sendiri penelitian gambaran mereka, banyak organisasi yang menggunakan konsultan luar atau organisasi riset untuk memberi mereka data terkait gambaran ini. Beberapa organisasi besar yang menyediakan data seperti ini adalah Opinion Research Centre,Inc.;Louis Harris and Associates; dan Yankolovich,Skelly,and White.

Sumber : Public Relations Profesi dan Praktik oleh Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T. Heiman, Elizabeth L.Toth. hal. 120

Audit Komunikasi


Audit Komunikasi, seperti audit public relations, diaplikasikan dengan banyak cara berbeda. Sebuah audit komunikasi yang efektif mengawalinya dengan berorientasi kepada penerima (receiver-oriented) , sebagai lawan dari model yang berfokus kepada pengirim (sender-focused). Takaran ini digunakan untuk mengukur kepuasan individu dengan jumlah informasi yang diterima pekerja atau publik lainnya tentang topik yang berhubungan dengan kebutuhan mereka atau terkait tentang kepahaman dan kegunaan informasi tersebut untuk mereka, serta tentang preferensi mereka secara umum terkait dengan mode komunikasi, seperti melalui tatap muka atau surat.

Umumnya audit komunikasi berusaha memantau dan mengevaluasi saluran, pesan, serta iklim komunikasi dari sebuah organisasi. Audit kadang hanya diberlakukan untuk sistem komunikasi internal organisasi; namun teknik yang sama dapat pula digunakan untuk mengevaluasi sistem eksternal. Hasil dari audit komuniksai sering kali mengungkap masalah distorsi informasi atau masalah kurangnya komunikasi.

Audit komunikasi mengemas beberapa metode riset untuk aplikasi spesifik.  Metode riset berikut digunakan dalam  kombinasi yang sesuai untuk mengaudit komunikasi organisasi dan menginvestigasi bidang masalah spesifik.

1.      Survei iklim komunikasi. Pengukuran yang bergantung pada sikap seseorang terhadap sebuah isu secara keseluruhan, dirancang untuk mengungkap seberapa cukup dan terbukanya publik memersepsi saluran komunikasi.

2.      Analisis jaringan. Analisis ini umumnya dilakukan dengan bantuan komputer. Metode riset ini mengobservasi frekuensi dan pentingnya sebuah jaringan interaksi berdasarkan koneksi yang paling sering digunakan. Pola ini dapat dibandingkan dengan grafik resmi organisasi serta kebijakan komunikasi untuk menentukan kesenjangan antara teori dan praktik.

3.      Survei pembaca. Metode ini berusaha mengidentifikasi artikel yang mana atau bagian publikasi yang mana yang paling banyak dan paling sering dibaca. Walaupun model ini  bersifat kuantitatif, cara ini adalah cara yang sangat bagus untuk menentukan pola membaca dari beragam publik.

4.      Analisis kandungan teks. Alat kuantitatif ini, seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, bisa menganalisis kandungan semua pesan. Cara ini sering digunakan untuk mendeskripsikan jumlah liputan berita atau layanan organisasi yang disukai dan tidak disukai publik.

5.      Kajian pemahaman teks (readability studies). Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur bagaimana pesan yang sudah tertulis  dapat dipahami. Kebanyakan metode ini didasarkan pada jumlah suku kata dari kata tersebut dan panjangnya kalimat yang digunakan. Formula ini didiskusikan lebih terperinci pada Bab 8 ketika kita mendiskusikan tentang teknik evaluasi. Untuk saat ini, kita hanya perlu mencatat bahwa formula ini membantu menentukan kejelasan pesan tertulis dan kesesuaiannya dengan tingkat pendidikan audiensi.

Sumber : Public Relations Profesi dan Praktik. Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman, Elizabeth L.Toth. Hal. 121-122

Listening


Mendengarkan

Ada waktunya kita tidak hanya  ingin didengar, tetapi juga butuh didengarkan. Pesan-pesan kita butuh didengarkan karena mungkin organisasi kita ingin memengaruhi legislasi, ingin menciptakan reputasi yang baik di antara beragam publik, memberikan jawaban pada saat krisis, menarik pekerjaan yang andal, meningkatkan penjualan, atau menaikkan perolehan uang. Ada alasan lebih banyak lagi terkait dengan mengapa kita perlu memastikan bahwa pesan kita didengarkan dan berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Bagaimana agar pesan Anda didengar dan berjalan sesuai yang diinginkan? Seperti halnya ketika melewati sebuah cerobong asap, pesan harus melewati empat fase dasar agar audiensi dapat secara selektif memutuskan apakah akan terlibat dengan sebuah komunikasi atau tidak.
1.      Perhatian.
2.      Pemahaman.
3.      Retensi.
4.      Tindakan.
Setiap fase ini harus dipahami dan digunakan apabila Anda benar-benar ingin pesan Anda didengarkan.

Perhatian (Perhatian Selektif)
Beragam publik yang dengan mereka sebuah organisasi perlu berkomunikasi, hanya memberikan perhatian kepada pesan yang memborbardir mereka setiap hari. Hal ini disebut dengan perhatian selektif. Agar pesan Anda didengar, maka pertama kali pesan tersebut harus dapat menjadi perhatian publik. Hal yang penting untuk menganalisa para stekeholderdari sudut pandang stakeholder. Apa yang dapat menarik perhatian mereka? Sebagai contoh, walaupun isunya mungkin sama, namun pesan yang berbeda mungkin memerlukan usaha yang berbeda untuk menjangkau legislator dengan usaha untuk menjangkau editor surat kabar.

Perhatian selektif adalah konsep komunikasi yang sering diabaikan oleh mereka yang lebih suka menerapkan pendekatan “low key” pada public relations. Namun, ada waktunya menarik perhatian diperlukan. Pada saat ini, mungkin akan sangat membantu atau bahkan sangat penting, bagi organisasi untuk memiliki citra positif. Suka atau tidak, setiap kelompok, organisasi, dan individu memiliki sebuah citra. Sebagian citra bagus  dan sebagian lagi tidak bagus. Namun, citra ini sangat penting untuk menarik perhatian. Pembentukan citra praktis melibatkan setiap bagian aktivitas organisasi Anda dan sering terlihat sebagai “komunikasi total”. Hal ini merupakan langkah pertama.

Diluar pembentukan citra, agar audiensi memperhatikan pesan yang Anda sampaikan juga berkaitan dengan mekanisme dan isi pesan Anda. Sebagai contoh, cara Anda mengemas  pesan kepada ketua  Senate Subcommitee on Price Controls dapat menentukan  apa pesan Anda akan diperhatikan atau tidak. Beberapa faktor mekanis yang berpengaruh pada perhatian terhadap pesan  diantaranya faktor waktu yang tepat, setting, dan otoritas. Sebagai contoh, apakah Anda mengirim rilis berita tentang pentingnya pemasar minyak yang independen segera setelah naiknya harga minyak? Atau, apakah tidak lebih baik untuk menyampaikan pesan tersebut beberapa bulan sebelum harga naik? Apakah Anda mengirim rilis dengan ketikan satu spasi, panjang dua belas halaman bolak-balik pada kertas berwarna pink (setting)? Apakah Anda menggunakan sumber (otoritas) yang Anda kenal sebagai seseorang yang ahli di bidang mereka?

Pemahaman (Persepsi Selektif)
Isi pesan tidak hanya menentukan apakah pesan akan diperhatikan, tetapi juga yang paling penting adalah apakah pesan dipahami. Pengalaman dan peran kita di masyarakat (atau kerangka acuan kita), membentuk bagaimana cara kita memersepsi sesuatu. Namun, tak seorang pun yang memiliki pengalaman yang sama persis. Tiap-tiap kita adalah makhluk yang unik. Jadi, setiap individu pun akan memersepsi sesuatu dengan cara berbeda. Hasilnya: asumsi tidak sadar kita adalah bahwa dunia adalah seperti yang kita lihat. Kita cenderung memercayai sesuatu yang kita  pandang sebagai sesuatu yang “benar”  dan mereka yang tidak memiliki persepsi yang sama dengan kita, kita anggap sebagai sesuatu “yang tidak benar” atau mereka yang memiliki “pandangan terdistorsi.”

Dengan demikian, masalah utama dalam komunikasi adalah kegagalan  untuk mengakui perbedaan dan kegagalan  untuk menegosiasikan perbedaan dalam persepsi.
Apakah pengalaman Anda lebih “benar” dibanding pengalaman orang lain? Dari sudut pandang komunikasi, persepsi dari setiap kita adalah “benar” karena persepsi merefleksikan apa yang kita tahu dan siapa kita. Jika Anda mencoba masuk ke dalam kerangka berpikir orang lain, maka  Anda akan melihat sesuatu sama persis dengan apa yang dia lihat.

Bagaimana kita menemukan kerangka berpikir yang sama? Kita harus menemukan jawaban apa yang dipikirkan orang lain dan mengapa mereka berpikir seperti itu. Mengapa? Sehingga anda dapat menghilangkan masalahnya dengan mengirim pesan dalam konteks kerangka berpikir penerima pesan anda ( pengetahuannya, peran sosiokulturalnya, kemampuan komunikasinya, kebutuhan, dan keinginannya ) dan bukan dalam konteks kerangka berpikir anda. Alasan mengapa anda perlu berkomunikasi dengan mereka karena anda memiliki kerangka berpikir yang berbeda. Tujuannya, bagaimana memahami persepsi penerima pesan anda- bukan dengan maksud mengubah dan mengkritisi mereka, melainkan untuk memperluas mereka sehingga penerima pesan anda memahami persepsi selektif anda dan mau mendukung atau minimal tidak menggangu usaha pencapaian tujuan anda. Sebagai contoh, pikirkanlah isu terkait legislatif dari sudut pandang para legislator serta kelompok lainnya yang mencari dukungannya dan bukan dari sudut pandang anda. Anda dapat mengetahui kerangka berpikir stakeholder anda melalui riset, baik formal maupun nonformal.

Retensi dan Aksi ( Retensi Selektif dan Aksi )
Sebuah pesan mungkin dapat diperhatikan dan dipahami, namun pesan tersebut masih perlu dipertahankan agar pesan  tersebut dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Retensi dan keinginan untuk bertindak akan meningkat jika penerima pesan dapat menjawab pertanyaan berikut.
1.      Apa untungnya pesan tersebut untuk saya ?
2.      Apakah pesan tersebut sesuai dengan nilai – nilai, kebutuhan, dan keyakinan saya ?
3.      Apakah pesan tersebut mudah diingat atau dilakukan? ( Bagilah masalah yang kompleks ke dalam sejumlah masalah yang sederhana )
4.      Apakah mudah diujicobakan dengan resiko kecil atau tidak ada resiko sama sekali ?
5.      Dapatkah saya mengamati konsekuensi dari tindakan saya ?
6.      Apakah tindakan saya secara positif dikuatkan oleh pesan berikutnya ?
Bahkan,komunikator paling efektif pun tidak berkomunikasi secara sukses sepanjang waktu. Banyak faktor yang kadang tidak kita sadari atau yang kita tidak dapat mengontrolnya, dapat mendistorsi pesan kita. Akan tetapi, dengan menerapkan prinsip komunikasi secara sadar, persentase keberhasilan akan meningkat.

Sumber : Public Relations Profesi dan Praktik. Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman, Elizabeth L.Toth. Hal. 166-169



Bayangan

Bagaimana kita menemukan kerangka berpikir yang sama? Kita harus menemukan jawaban apa yang dipikirkan orang lain dan mengapa mereka berpikir seperti itu. Mengapa? Sehingga anda dapat menghilangkan masalahnya dengan mengirim pesan dalam konteks kerangka berpikir penerima pesan anda ( pengetahuannya, peran sosiokulturalnya, kemampuan komunikasinya, kebutuhan, dan keinginannya ) dan bukan dalam konteks kerangka berpikir anda. Alasan mengapa anda perlu berkomunikasi dengan mereka karena anda memiliki kerangka berpikir yang berbeda. Tujuannya, bagaimana memahami persepsi penerima pesan anda- bukan dengan maksud mengubah dan mengkritisi mereka, melainkan untuk memperluas mereka sehingga penerima pesan anda memahami persepsi selektif anda dan mau mendukung atau minimal tidak menggangu usaha pencapaian tujuan anda. Sebagai contoh, pikirkanlah isu terkait legislatif dari sudut pandang para legislator serta kelompok lainnya yang mencari dukungannya dan bukan dari sudut pandang anda. Anda dapat mengetahui kerangka berpikir stakeholder anda melalui riset, baik formal maupun nonformal.

Retensi dan Aksi ( Retensi Selektif dan Aksi )
Sebuah pesan mungkin dapat diperhatikan dan dipahami, namun pesan tersebut masih perlu dipertahankan agar pesan  tersebut dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Retensi dan keinginan untuk bertindak akan meningkat jika penerima pesan dapat menjawab pertanyaan berikut.
1.      Apa untungnya pesan tersebut untuk saya ?
2.      Apakah pesan tersebut sesuai dengan nilai – nilai, kebutuhan, dan keyakinan saya ?
3.      Apakah pesan tersebut mudah diingat atau dilakukan? ( Bagilah masalah yang kompleks ke dalam sejumlah masalah yang sederhana )
4.      Apakah mudah diujicobakan dengan resiko kecil atau tidak ada resiko sama sekali ?
5.      Dapatkah saya mengamati konsekuensi dari tindakan saya ?
6.      Apakah tindakan saya secara positif dikuatkan oleh pesan berikutnya ?
Bahkan,komunikator paling efektif pun tidak berkomunikasi secara sukses sepanjang waktu. Banyak faktor yang kadang tidak kita sadari atau yang kita tidak dapat mengontrolnya, dapat mendistorsi pesan kita. Akan tetapi, dengan menerapkan prinsip komunikasi secara sadar, persentase keberhasilan akan meningkat.

Sumber : Public Relations Profesi dan Praktik. Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman, Elizabeth L.Toth. Hal. 166-169

Media Relations

Media Relations dan kerja publisitas yang canggih menjadi tulang punggung bagi praktik public relations. Dalam banyak hal, membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dengan media, tetap menjadi ciri khas praktik public relations. Menjadikan berita tentang organisasi anda diterbitkan atau disiarkan media massa telah menjadi cara tradisional untuk memperoleh dukungan publik bagi pelaku bisnis, organisasi nirlaba, dan badan pemerintahan sejak lama. Akan tetapi, panduan media  (media mix ) ini mengalami perubahan. Media baru hanya menjadi fraksi dari panduan media. Pengenalan media sosial telah membuka peluang terjadinya interaksi langsung antara sebuah organisasi dengan beragam kelompok stakeholdernya.

Media memberikan metode yang relatif ekonomis dan efektif untuk berkomunikasi dengan publik yang luas menyebar. Dalam hal ini, media berfungsi menjadi penjaga gerbang atau penyaring tempat praktisi public relations menjangkau publik umum dan kelompok lainnya yang dukungannya dibutuhkan. Ketika media memublikasikan  informasi yang disuplai organisasi dalam kolom berita atau siaran berita, informasi tersebut kelihatannya membawasense of legitimacy di mana organisasi tidak mungkin memperoleh bayaran dari iklan yang dibayar. Status ini memberi berita dan informasi dari organisasi dengan apa yang disebutpengesahan pihak ketiga (third-party endorsement).

Sumber : Public Relations Profesi dan Praktik. Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman, Elizabeth L.Toth. Hal. 200

Evaluasi , Pengawasan, Pelaksanaan dan Kode Etik Humas


A. Struktur dan Bentuk Evaluasi Humas
Evaluasi humas dengan keberhasilannya bukan sekedar menilai mekanisme kegiatan kerja humas (tahapan penelitian perencanaan, penyusunan program, komunikasi dan evaluasi). Tetapi evaluasi secara manajerial humas dalam rangka proses fungsi manajemen pengawasan hasil kegiatan melalui standar tertentu. Ada dua macam evaluasi hasil humas: kualitatif dengan cara observasi dan perbandingan perkem- bangannya serta kuantitatif menggunakan statistik, perkembangan pada interval tertentu dan perbandingan naik/turunnya. Di samping itu juga secara manajerial menilai terlebih dahulu kejelasan tujuan dan sasaran organisasi, sejauh mana hasilnya untuk dicapai yang pada gilirannya dijadikan standar evaluasi. Frank Jefkins mengemukakan lebih kurang sembilan tujuan humas yang tentunya berbeda bagi tiap-tiap organisasi.
Yang penting program evaluasi humas harus diukur dengan cara menjawab delapan pertanyaan, antara lain apakah program dirancang, jangka waktu dan siapakah sasaran publik. Metode pengukuran dan penelitian, dapat meliputi:
·         Evaluasi berdasarkan sumber,
·         pengumpulan pendapat dan sikap melalui wawancara sampel responden, segmen publik (riset pemasaan, pendapat umum),
·         penelitian/opini publik,
·         menurut perkembangan grafik persentase publik yang memahami.
·         Bentuk standar evaluasinya: cara statistik, umpan balik media, peningkatan pemahaman, dan riset sendiri.

B. Evaluasi Umum tentang Keberhasilan Humas
Evaluasi umum diadakan setelah dipahami struktur dan tujuan manajerial humas, dengan cara meneliti sumber, sasaran dan metode penelitian dan pengukurannya sendiri. Pangkal tolak evaluasi dapat menggunakan sumber lingkup definisi humas oleh Frank Jefkins. Ditekankan pentingnya menggunakan metode manajemen berdasarkan sasaran atau management by objective (MBO) yang tidak terbatas hanya pada tujuan memperoleh saling pengertian antara organisasi dan publik, tetapi memahami tujuan-tujuan spesifik mengenai penanggulangan masalah perubahan sikap (negatif menjadi positif).
Di samping itu adanya motivasi dan partisipasi atasan dan bawahan sewaktu menyusun tujuan organisasi bersama meliputi 7 teknik (S.P. Siagian).Keberhasilan humas ditentukan di tingkat manajemen puncak yang menguasai publik, serta mampu mengidentifikasi sepuluh bidang khusus kegiatan manajerial. Keberhasilan humas tergantung pada mutu menanamkan saling pengertian pada publik secara berencana dan terus-menerus. Sebaiknya mempertahankan standar kualitatif citranya terhadap organisasi dalam jasa pelayanan produk, kredibilitas, dan perubahan sikap. Di pihak lain menggunakan metode suatu sistem MBO yang meliputi ketiga macam komponen dasar: menetapkan sasaran, merencanakan tindakan dan melaksanakan evaluasi secara berkesinambungan, terutama motivasi staf dan karyawan.
Standar evaluasi ditentukan pula oleh unsur hubungan komunikator dengan komunikan yang meliputi rumus 7 C dan komunikasi organisasi oleh komunikator dengan rumus 7 P.
Evaluasi diukur pula dari kelembangaan profesi humas yang berpedoman pada 10 pokok prinsip dasar humas (Doug Newson dan Alan Scott), di samping dari segi keberhasilan kemampuan teknis dan manajemen organisasi oleh humas. Frank Jefkins lalu mengemukakan lima macam daftar keberhasilan humas untuk mencapai prestasinya.

C. Kode Etik Humas Internasional,Regional dan Nasional
Kode etik profesi adalah tata cara dan tata krama yang memberikan aturan atau petunjuk pada para praktisi hubungan masyarakat dalam melaksanakan tugas. Kode etik akan memberikan batasan-batasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan profesi kehumasan dan dapat memelihara integrasi dari praktis maupun profesi yang diembannya.
Anda sudah memaklumi bahwa setiap profesi harus dilengkapi dengan perangkat kode etik, misalnya profesi kedokteran yang sudah dilengkapi dengan perangkat kode etik sejak ilmu kedokteran dikenal oleh manusia. kode etik dapat saja dirubah, ditambah dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan situasi yang ada. Sebagaimana Anda maklumi bahwa masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan, maka hubungan masyarakat sebagai suatu profesi dan terkait dengan masyarakat juga turut mengalami perubahan dan perkembangan.
Setiap ketentuan yang terdapat dalam kode etik harus dapat mengakomodasi perubahan standar atau nilai yang terjadi dalam kehidupan ini. Perkembangan ini akan terus mengikuti gejolak perkembangan di segala bidang dan hal yang membawa pengaruh pada setiap profesi. Kode etik akan mengatur tata cara antaranggota asosiasi hubungan masyarakat, dan juga mengatur hubungannya dengan majikan, klien atau khalayak luas.

D. Analisis dan Perkembangan Kode Etik
Etika sangat penting untuk mengukur nama baik suatu organisasi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kepercayaan terhadap etik dan masalah atau situasi etis yang dibentuk oleh nilai-nilai yang dianut. Demikian dinyatakan oleh pakar PR, Doug Newsom, Alan Scott dan Judy Vanslyka Turk Slyke Turk dalam buku, This is PR The Realities of Public Relations.
Selanjutnya ditambahkan agar praktisi menyadari secara etis mereka memiliki tanggung jawab terhadap klien, media massa, agen-agen pemerintahan, institusi pendidikan, konsumen informasi, para pemegang dan analis saham, masyarakat, pesaing dan kritikus, serta praktisi PR lainnya. Tanggung jawab sosial para praktisi PR mengacu pada pemberian layanan yang dapat diandalkan, yang tidak mengancam lingkungan, dan memberikan keuntungan positif bagi masyarakat baik secara sosial, politik maupun ekonomi. Sedangkan tanggung jawab finansial mengacu kepada kondisi keuangan perusahaan yang baik dan sehat.
Dalam hal ini kita dapat mengutip apa yang pernah dikatakan oleh Goran E. Sjoberg, mantan Presiden IPRA, dalam pidato pada Commonwealth PR Conference di Abuya, Nigeria, bulan September 1990, yang menyatakan bahwa etika adalah prinsip bertindak, yang didasari oleh perbedaan tajam antara benar dan salah.
Dikatakan pula bahwa perilaku atau tindakan (conduct) adalah cara seseorang dipandang dari sudut moral. Kode adalah seperangkat cara dan moral yang diterima, yang ada pada sekelompok masyarakat tertentu. Secara ringkas disimpulkan, bahwa:
1.      Perlu ada satu kode etik PR yang bersifat universal, yaitu Code of Athens;
2.      Perlu adanya satu kode perilaku (Code of Conduct) yang dapat diterapkan secara regional atau nasional, yang didasari oleh standar dan moral yang diterima;
3.      Dilarang mengambil keuntungan dari kode etik dengan memanfaatkan situasi etik, yaitu bertindak etis hanya pada situasi yang tidak merugikan orang yang bersangkutan;
4.      Seorang praktisi PR harus mengambil tanggung jawab penulisan kode etik perusahaan atau perilaku karyawan; dan
5.      Seorang praktisi PR harus mempertimbangkan apakah akan berharga jika ia mengorbankan ketenteraman jiwanya untuk menyenangkan klien atau “boss”-nya, perusahaan atau orang yang bekerja di perusahaan tersebut berlaku tidak etis.
6.       
Di dalam hal ini, Sjoberg melihat perlunya ada sanksi bagi pelanggan yang dilakukan oleh anggota organisasi. Dalam hal ini ia menunjuk pada kode etik PRCA yang merevisi kode perilakunya dengan mencantumkan peraturan mengenai disiplin agar perusahaan anggota dapat dikeluarkan dari keanggotaan karena alasannya tidak disiplin.
Di bawah ini adalah prinsip-prinsip umum bagi cara kerja sesuai dengan kode etik humas.
1.      PR harus mendasarkan kerjanya atas fakta bukan fantasi; dan bekerja berdasarkan program, terutama program jangka panjang;
2.      PR berorientasi pada prinsip pelayanan dan mengutamakan kepentingan umum dan bukan kepentingan pribadi;
3.      Dalam cara kerjanya, PR pada umumnya berupaya mencari dukungan dari pihak luar (target audience), agar program jangka panjang maupun jangka pendek dapat tercapai, maka public interest merupakan unsur yang perlu mendapat perhatian. Dalam melakukan tugas ini PR harus mempunyai keberanian untuk mengatakan tidak kepada khalayak-khalayak dan program-program yang tidak masuk akal;
4.      Dalam cara kerjanya sehari-hari, PR tidak terlepas dari penggunaan media, karena itu harus berteman baik dengan media, maka jalinan media relations harus kuat;
5.      PR pada dasarnya selalu berfungsi sebagai mediator antara kepentingan perusahaan dan publiknya, karena itu dituntut mempunyai kemampuan berkomunikasi yang prima;
6.      PR dalam melakukan komunikasi harus selalu dua arah dan harus bertanggung jawab sebagai komunikator yang baik, dan dalam hal ini harus mendasarkan cara kerjanya kepada hasil-hasil penelitian pendapat;
7.      PR dalam batas-batas tertentu diharuskan menjelaskan sesuatu yang menjadi masalah bagi perusahaan, sebelum masalah itu berkembang menjadi apa yang disebut dengan krisis PR; dan
8.      PR yang profesional hanya dapat diukur melalui cara kerjanya. Penampilan yang baik dari PR hanya dapat dicapai apabila PR memiliki sarana yang lengkap (fisik, sumber daya manusia, anggaran/dana serta informasi yang lengkap)
Maka dari penjelasan ini dapatlah dikatakan, bahwa kegiatan PR adalah aktivitas informasi berskala besar, yang menyangkut keterlibatan orang banyak dan menuntut pula tanggung jawab sosial yang tidak ringan. Sekalipun kegiatan PR merupakan rangkaian tindakan berdimensi ekonomis, namun harus disadari bahwa keperdulian pokoknya tetap pada usaha untuk menghasilkan hubungan yang harmonis antara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan eksistensi suatu lembaga.
Maka untuk membicarakan PR sebagai suatu lembaga profesi yang tidak bisa terlepas dari perlunya suatu kode etik bagi profesi ini, maka kita harus mengkaji pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1.      Sejauh mana para praktisi PR memiliki keahlian yang didapatnya, baik melalui pendidikan maupun pengalaman?
2.      Sejauh mana para praktisi PR bersedia memikul tanggung jawab atas ketidakpuasan klien atau pihak manajemen terhadap pelayanan yang diberikan?
3.      Sejauh mana para praktisi PR tetap menjungjung tinggi kaidah dan kode etik profesi dalam melaksanakan kegiatannya?
4.      Sejauh mana para praktisi menyadari perlunya solidaritas dengan rekan seprofesi, sehingga setiap tindakan tidak akan membawa dampak pada profesi yang diemban?
5.      Sejauh mana reputasi mereka dipandang baik dan terhormat, baik oleh pengguna jasa maupun rekan seprofesi?
Maka dalam kaitan pembahasan Kode Etik Humas, yang perlu memperoleh perhatian adalah peningkatan pengawasan pelaksanaan kode etik profesi pada kalangan praktisinya.

Sumber : Manajemen Humas. Mahidin Mahmud dan Alex Rumondor.

Perencanaan Strategis Kampanye PR


Ketika berfikir tentang PR dan perencanaan, ada baiknya kita mulai dengan melihat definisi PR berikut :
“praktik PR adalah usaha yang direncanakan serta dilakukan secara kontinyu untuk menciptakan dan menjaga nama baik (goodwill) dan kesepahaman bersama antara suatu organisasi dengan publiknya.”

Inti dari definisi tersebut adalah bahwa PR harus direncanakan. Itu merupakan proses yang dipikirkan secara matang dan hati-hati. Proses tersebut juga memerlukan aktivitas yang dilakukan secara terus menerus. Dalam kaitannya dengan praktek kampanye PR, setidaknya ada beberapa alasan mengapa sebuah perencanaan harus dilakukan dalam kampanye, yaitu :
1.      Memfokuskan usaha. Perencanaan membuat tim kampanye dapat mengidentifikasi dan menyusun tujuan yang akan dicapai dengan benar hingga akhirnya pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien, karena berkonsentrasi pada prioritas dan alur kerja yang jelas.
2.      Mengembangkan sudut pandang berjangka waktu panjang. Perencanaan membuat tim kampanye melihat semua komponen secara menyeluruh. Ini akan membuat tim kampanye tidak berpikir mengenai efek kampanye dalam jangka waktu yang pendek tapi juga ke masa depan, hingga mendorong dihasilkannya program yang terstruktur dalam menghadapi kebutuhan masa depan.
3.      Meminimalisi kegagalan. Perencanaan yang cermat dan teliti akan menghasilkan alur serta tahapan kerja yang jelas, terukur, dan spesifik serta lengkap dengan langkah-langkah alternatif, sehingga bila ada kegagalan bisa langsung diambil alternatif penyelesaian.
4.      Mengurangi konflik. Konflik kepentingan dan prioritas merupakan hal yang sering terjadi dalam sebuah kerja tim. Perencanaan yang matang akan mengurangi potensi munculnya konflik, karena sudah ada bentuk tertulis mengenai alur serta prioritas pekerjaan untuk tiap-tiap anggota tim.
5.      Memperlancar kerja sama dengan pihak lain. Sebuah rencana yang matang akan memunculkan rasa percaya para pendukung potensial serta media yang akan digunakan sebagai saluran kampanye, hingga pada akhirnya akan terjalin kerjasama yang baik dan lancar. (Gregory dalam Venus 2007:144)
Proses pengembangan tahapan-tahapan perencanaan suatu pelaksanaan program kampanye Public Relations secara keseluruhan, yaitu termasuk tujuan, publik sasaran dan pesan-pesan yang efektif, baik bertujuan periode jangka panjang (strategi) maupun berbentuk secara mikro (individual) dalam pelaksanaan jangka pendek dengan tujuan khusus (taktik) dapat dilaksanakan secara bersama-sama melalui proses 10 tahapan atau rangkaian yang secara logis. Gregory (2004:36) menyebutkan 10 tahapan perencanaan sebagai berikut :
1. Analisis Situasi
Analisis adalah langkah pertama dari proses perencanaan. Setelah riset, tahap berikutnya adalah analisis dan ini dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang akan menjadi dasar dari program Public Relations. ada dua jenis analisis yang digunakan untuk perencanaan program kampanye yaitu :

Analisis PEST
Teknik yang biasa digunakan dan sangat berguna untuk menganalisis lingkungan eksternal. PEST membagi lingkungan dalam empat area dan membahas hampis segala hal yang dapat mempengaruhi organisasi. Empat area tersebut adalah Politik, Ekonomi, Sosial dan Teknologi. Menurut Gregory (2004:41) pertanyaan-pertanyaan dasar yang diungkapkan ketika melaksanakan analisis PEST adalah : apa faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi organisasi?, mana dari faktor-faktor tersebut yang paling penting saat ini?, mana yang akan menjadi faktor yang paling penting empat tahun kemudian?
Analisis SWOT

Analisis SWOT meliputi empat elemen  yaitu Strength (kekuatan), Weakness(kelemahan), Oppurtunities (kesempatan), dan Threats (tantangan). Strengthdan oppurtunities dapat dikelompokan sebagai pertimbangan-pertimbangan positif yang mendukung terlaksananya program kampanye, sedangkanweakness dan threats dikelompokan pada kondisi-kondisi negatif yang harus dihadapi kampanye. Sementara menurut Gregory (2004:46) menjelaskan dua elemen pertama, Strength dan Weakness dapat dilihat sebagai faktor yang digerakan secara internal dan bersifat khusus terhadap organisasi. Dua elemen yang lain, Oppurtunities dan Threats biasanya bersifat eksternal dan didapat melalui analisis PEST.

2. Tujuan
Menetapkan tujuan yang realistis adalah sangat penting apabila program atau kampanye yang direncanakan harus memiliki arah dan dapat menunjukan suatu keberhasilan tertentu. Tujuan utama dari Public Relations adalah untuk mempengaruhi sikap dan perilaku. Menurut Gregory (2004:79) ada delapan hal penting yang harus di ingat ketika menetapkan tujuan, yaitu :
1.      Sejalan dengan tujuan organisasi.
2.      Tepat dan spesifik.
3.      Lakukan apa yang dapat dicapai.
4.      Lakukan pengukuran sebanyak mungkin.
5.      Bekerjalah berdasarkan skala waktu.
6.      Bekerjalah berdasarkan anggaran.
7.      Bekerjalah sesuai dengan urutan prioritas.
4. Mengenali Publik
James Grunig (1984) mendefinisikan empat jenis publik, yaitu :
1.      Nonpublik, adalah kelompok yang tidak terpengaruh maupun mempengaruhi organisasi.
2.      Publik yang tersembunyi (latent public), adalah kelompok yang menghadapi masalah akibat tindakan suatu organisasi, namun mereka tidak menyadarinya.
3.      Publik yang sadar (aware public), adalah kelompok yang mengenali adanya masalah.
4.      Publik yang aktif, adalah kelompok yang mengambil tindakan terhadap suatu masalah.
Sementara itu, publik yang aktif dapat dikelompokan dalam tiga kategori berikut :
1.      Publik semua masalah (all-issue public) sangat aktif terhadap semua masalah yang mempengaruhi organisasi.
2.      Publik masalah tunggal (single-issue public) sangat aktif terhadap satu masalah atau sekelompok kecil masalah.
3.      c.    Publik masalah hangat (hot-issue public)  adalah mereka yang terlibat dalam suatu masalah yang memiliki dukungan publik luas dan biasanya mendapatkan liputan khusus dari media.
Pemilihan publik mana yang akan menjadi sasaran bergantung pada tujuan kampanye yang akan dilaksanakan. Arens dalam Venus (2007:150) mengatakan bahwa identifikasi dan segmentasi ssasaran kampanye dilaksanakan dengan melakukan pemilahan atau segmentasi terhadap kondisi geografis, kondisi demografis, kondisi perilaku dan kondisi psikografis.
4. Pesan
Gregory (2004:95) menjelaskan empat langkah untuk menentukan pesan, yaitu :Langkah pertama adalah menggunakan persepsi yang sudah ada. Langkah kedua adalah menjelaskan pergeseran yang dapat dilakukan terhadap persepsi tersebut. Langkah ketiga adalah mengidentifikasi unsur-unsur persuasi. Cara terbaik adalah melakukannya berdasarkan fakta. Langkah keempat adalah memastikan bahwa pesan tersebut dapat dipercaya dan dapat disampaikan melalui Public Relations.
5. Strategi
Strategi adalah pendekatan keseluruhan untuk suatu program atau kampanye. Strategi adalah faktor pengkoordinasi, prinsip yang menjadi penuntun, ide utama dan pemikiran dibalik program taktis. (Venus 2007:152)
6. Taktik
Berbicara taktik pelaksanaan suatu program kampanye yang harus berkaitan erat dengan program dari strategi utama, tujuan kampanye, ketika akan mengembangkan taktik pelaksanaan kampanye tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor kekuatan, kreativitas atau kemampuan tim pelaksana, pengembangan program hingga pencapaian tujuan terukur, seperti yang diungkapkan Ruslan (2007:102) sebagai berikut :
a)      Appropriateness, adanya kecocokan secara aktual dengan teknik-teknik taktik pelaksanaan, pencapaian target khalayak publik, hasil-hasil yang dicapai dalam melaksanakan pesan-pesan kampanye dan termasuk kecocokan dengan teknik-teknik Public Relations serta media komunikasi yang dipergunakan.
b)     Deliverability, apakah anda mampu melaksanakan teknik-teknik berkampanye secara sukses sesuai dengan target? berapa besar alokasi dana yang diperlukan? Bagaimana dengan jadwal waktu pelaksanaan kampanye tersebut apakah sudah tepat? Termasuk memiliki tim ahli dan pendukungnya dalam taktik pelaksanaan secara tepat?

7. Skala waktu
Ada dua hal yang pasti dalam kehidupan praktisi Public Relations. Pertama, tidak pernah ada waktu yang cukup untuk melakukan semua pekerjaan yang harus dilakukan, tugas dan tanggung jawab yang ada lebih besar daripada waktu yang tersedia. Kedua adalah bahwa tugas-tugas Public Relations seriingkali melibatkan orang lain dan memerlukan koordinasi dari beberapa unsur. Ada dua faktor utama yang saling berkaitan yang harus diamati ketika mempertimbangkan skala waktu. Pertama, tenggat waktu (deadline) harus di identifikasi sehingga tugas-tugas yang dihubungkan dengn suatu proyek dapat diselesaikan tepat waktu. Kedua adalah sumber daya yang tepat perlu dialokasikan sehingga tugas-tugas yang ada dapat diselesaikan. (Gregory, 2004:124)
8. Sumber daya
Menurut Ruslan (2007:104) terdapat tiga bentuk sumber daya utama yang berkaitan dengan pelaksanaan program kampanye Public Relations. Pertama sumber daya manusia (SDM) yang terlibat langsung dalam kegiatan kampanye berupa tenaga profesional, dan ahli hingga terampil, staf pendukung atau tenaga lapangan. Kedua, sumber biaya operasional untuk menunjang kegiatan kampanye yang dikelola secara efisien dalam pembiayaan pelaksanaan operasional (implementation fee), consultant or professional fee, space of advertising cost, dan equipment fee (biaya penyewaan perlatan penunjang, publikasi, transportasi, sound system dan lighting system dan sebagainya). Ketiga adalah sumber perlengkapan transportasi, dukungan perlatan teknis, pemanfaatan media komunikasi dan tim kerja lain dan sebagainya.

9. Evaluasi
Menurut Gregory (2004:138) evaluasi adalah proses yang berkelanjutan jika kita berbicara tentang program berjangka panjang. Jika dilaksanakan dengan benar, evaluasi memudahkan anda untuk mengendalikan kegiatan Public Relations. Berikut adalah alasan menngapa kita perlu mencantumkan evaluasi dalam kampanye dan program yang kita buat.
1.      Memfokuskan usaha.
2.      Menunjukan keefektifan.
3.      Memastikan efisiensi biaya.
4.      Mendukung manajemen yang baik.
5.      Memfasilitasi pertanggungjawaban.

10. Review
Sementara evaluasi dilakukan secara teratur, review yang menyeluruh dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang. Setelah memutuskan untuk melakukan review, siklus proses perencanaan akan terulang lagi. Sekali lagi pertanyaan-pertanyaan dasar harus diajukan :
1.      Apa yang ingin kita capai?
2.      Siapa yang ingin kita jangkau?
3.      Apa yang ingin kita katakan?
4.      Apa cara yang paling efektif untuk menyampaikan pesan?
5.      Bagaimana suskes dapat diukur?
Selain itu, peninjauan kembali terhadap penilaian perencanaan, pelaksanaan selama program dan pencapaian tujuan tertentu suatu kampanye berlangsung secara periodik setiap tahun tujuan program kampanye Public Relations melalui proses input (perolehan riset data, fakta, dan informasi di lapangan), output(kecocokan dengan isi pesan, tujuan dan media yang dipergunakan) dan result(hasil-hasil dari tujuan dan efektivitas program kampanye yang telah dicapai, apakah adanya perubahan sikap atau perilaku khalayak sasaran).

Pelaksanaan Kampanye
Menurut Venus (2007:199) pelaksanaan kampanye adalah “penerapan dari konstruksi ranncangan program yang telah ditetapkan sebelumnya”. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam tahap pelaksanaan meliputi : realisasi unsur-unsur kampanye, menguji coba rencana kampanye, pemantauan pelaksanaan, dan pembuatan laporan kemajuan.
1.      Realisasi unsur-unsur pokok kampanye
Perekrutan dan pelatihan personel kampanye
Kegiatan kampanye merupakan kerja tim. Dengan demikian banyak personel (juga lembaga) yang akan terlibat didalamnya. Penentuan siapa saja yang akan terlibat sebagai pelaksana kampanye (campaign organizer) merupakan langkah awal dalam melaksanakan kampanye. Orang-orang yang akan menjadi personel kampanye harus diseleksi dengan teliti dengan memperhatikan aspek motivasi, komitmen, kemampuan bekerjasama, dan pengalaman yang bersangkutan dalam kerja sejenis.
Mengonstruksi pesan
Pada prinsipnya desain pesan kampanye harus sejalan dengan karakteristik khalayak sasaran, saluran yang digunakan, dan efek kampanye yang diharapkan. Pesan kampanye memiliki berbagai dimensi yang meliputi pesan verbal, nonverbal, dan visual. Namun apapun dimensinya, secara umum konstruksi pesan kammpanye harus didasarkan pada pertimbangan kesederhanaan (simplicity), kedekatan (familiarity) dengan situasi khalayak, kejelasan (clarity), keringkasan (conciesness). Kebaruan (novelty), konsistensi, kesopanan (courtessy) dan kesesuaian dengan objek kammpanye.
Menyeleksi penyampai pesan kampanye
Pelaksanaan kampanye juga menghendaki pelaksana kampanye berhadapan dengan pemilihan individu yang secara spesifik bertindak sebagai pelaku (campaign actor) yang menyampaikan pesan kampanye. Keputusan untuk menentukan siapa pelaku atau penyampai pesan kampanye ini menjai sangat penting karena merekalah aktor yang akan berhadapan langsung dengan publik.
Menyeleksi saluran kampanye
Menyeleksi media mana yang akan digunakan sebagai saluran kampanye harus dilakukan dengan penuh pertimbangan. Beberapa faktor pokok yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media kampanye diantaranya : jangkauan media, tipe dan ukuran besarnya khalayak, biaya, waktu, dan tujuan serta objek kampanye. Di samping itu faktor lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah karakteristik khalayak, baik secara demografis, psikografis, maupun geografis. Pola penggunaan media khalayak (media habit) juga harus diperhitungkan untuk memastikan media apa yang biasanya digunakan khalayak.
2. Uji coba rencana kampanye
Uji coba terhadap suatu rancangan dilakukan untuk menyusun strategi (pesan, media, dan penyampai pesan) yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Lewat uji coba rencana kampanye juga kita akan memperoleh gambaran tentang respons awal sebagian khalayak sasaran terhadap pesan-pesan kampanye. Respons ini pada gilirannya akan digunakan sebagai pembanding ketika melakukan evaluasi proses dan akhir kampanye.
3. Tindakan dan pemantauan kampanye
Sebagai sebuah kegiatan yang terprogram dan direncanakan dengan baik, maka segala tindakan dalam kampanye harus dipantau agar tidak keluar dari arah yang ditetapkan. Untuk itu harus dipahami bahwa tindakan kampanye bukanlah tindakan yang kaku dan parsial, tetapi bersifat adaptif, antisipatif, integratif dan berorientasi pada pemecahan masalah.
·         Adaptif. Tindakan kampanye bersifat adaptif artinya ia terbuka terhadap masukan-masukan baru atau bukti-bukti baru yang ditemukan di lapangan.
·         Anitisipatif. Tindakan kampanye bersifat antisipatif artinya kegiatan kampanye harus memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan muncul di lapangan saat kampanye dilakukan.
·         Orientasi pemecahan masalah. Tindakan kampanye bersifat problem solving oriented artinya segala bentuk tindakan dalam proses kampanye diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
·         Integratif dan koordinatif
·         Kegiatan kampanye bukanlah tindakan one man show melainkan kegiatan yang didasarkan pada kerja tim. Keberhasilan kampanye ditentukan oleh bagaimana pelaksana kampanye bertindak secara integratif dan koordinatif. Koordinasi ini tidak hanya dilakukan dengan sesama pelaksana kampanye melainkan juga dengan berbagai pihak terkait yang akan turut mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan pencapaian tujuan kampanye.
4. Laporan kemajuan
Unsur terakhir dari proses pelaksanaan kampanye adalah penjadwalan laporan kemajuan atau progress report. Laporan kemajuan merupakan dokumen yang sangat penting, bukan hanya bagi manajer tapi juga pelaksana kampanye secara keseluruhan. Dalam laporan kemajuan umumnya dimuat berbagai data dan fakta tentang berbagai hal yang telah dilakukan selama masa kampanye.
Evaluasi kampanye
Evaluasi adalah “komponen terakhir dari rangkaian proses pengelolaan kampanye. Meski menempati urutan terakhir, manfaat dan arti pentingnya tidak berbeda dengan tahap perencanaan dan pelaksanaan kampanye”. (Venus 2007:209) Evaluasi kampanye diartikan sebagai “upaya sistematis untuk menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan kampanye”. Penilaian terhadap proses implementasi catatan harian kampanye yang berisi berbagai data dan fakta sebagai hasil proses pemantauan (monitoring), pengamatan di lapangan dan wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan umpan balik.
Gregory dalam Venus (2007:211) mengemukakan lima alasan penting mengapa evaluasi perlu dilaksanakan.
·         Evaluasi dapat memfokuskan usaha yang dilakukan.
·         Evaluasi menunjukkan keefektifan pelaksana kampanye dalam merancang dan mengimplementasikan programnya.
·         Memastikan efisiensi biaya.
·         Evaluasi membantu pelaksana untuk menetapkan tujuan secara realistis, jelas dan terarah.
·         Evaluasi membantu akuntabilitas (pertanggungjawaban) pelaksana kampanye.
Evaluasi kampanye dapat dikategorikan dalam empat level sebagai berikut :
·         Tingkatan kampanye (Campaign Level)
Pada Campaign level kita ingin mengetahui apakah khalayak sasaran terterpa kegiatan kampanye yang dilakukan atau tidak. Dengan demikian pertanyaan pokok untuk evaluasi level ini adalah “apakah kampanye yang dilakukan dapat menjangkau khalayak sasaran yang ditetapkan? Dan apakah khalayak memberi perhatian pada kampanye tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat menggunakan metode survei.
·         Tingkatan sikap (attitude level)
Pada tingkatan sikap evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode survei atau uji sederhana (simple test). Metode survei digunakan untuk sampel dalam jumlah besar, sementara tes sederhana umumnya digunakan untuk kelompok sasaran yang terbatas, yang juga sangat populer untuk mengukur pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh sebagai akibat diselenggarakannya kampanye. Dalam perspektif Ostergaard, terdapat empat aspek yang terkait dengan evaluasi pada tingkatan sikap yakni aspek Kognitif (pengetahuan, kesadaran, kepercayaan, dan sebagainya), Afektif (kesukaan, simpati, penghargaan, dukungan dan sebagainya), Konatif (komitmen untuk bertindak) dan aspek keterampilan atau skill.
·         Tingkatan perilaku
Para ahi kampanye memandang tingkatan perilaku sebagai level yang paling penting dalam kebanyakan evaluasi kampanye. Sayangnya jenis evaluasi  ini sering diabaikan atau dilakukan sekadarnya dengan mengamati realitas permukaan (superficial reality).
·         Tingkatan masalah
Level evaluasi yang terakhir adalah tingkatan masalah. Pada tingkat ini evaluasi dapat dilakukan dengan mudah atau sebaliknya sangat sulit dan memakan waktu lama. Problem atau masalah disini diartikan sebagai kesenjangan antara kenyataan dengan harapan atau dengan yang seharusnya terjadi. Yang sering menjadi pertanyaan dalam evaluasi pada tingkatab problem ini adalah, apakah yang akan diukur efek jangka pendek atau jangka panjang? Kapan harus melakukan evaluasi, segera setelah kampanye berakhir atau beberapa tahun kemudian?
Ketika proses evaluasi telah dilakukan pada salah satu atau seluruh level kampanye, maka langkah terakhir adalah membuat kesimpulan. Membuat kesimpulan kampanye harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat. Pada tahap ini kita tidak boleh secara gegabah dan tergesa-gesa menyimpulkan bahwa kampanye yang dilaksanakan sukses mencapai tujuan. Pernyataan yang bersifat memastikan ini (deterministik) umumnya dihindari oleh para evaluator kampanye. Apa yang bisa dilakukan adalah membuat kesimpulan yang bersifat probabilistik. Jadi cukup tegaskan saja bahwa “media yang digunakan kemungkinan besar sudah sesuai”, penetapan khalayak sasaran hampir dapat dipastikan sudah tepat” atau “secara keseluruhan kampanye yang dilakukan cenderung menghasilkan efek yang positif”. Para peneliti kampanye telah mengidentifikasi beberapa situasi umum yang seringkali terjadi pada tahapan evaluasi.
1.      Keadaan dimana evaluasi terhadap efek yang diharapkan terbukti tercapai kecuali pada tingkatan “masalah”.
2.      Terjadi ketika kampanye tampak efektif untuk semua level namun ternyata perilaku khalayak tidak berubah.
3.      Terjadi ketika kampanye yang dilakukan memerlihatkan keefektifannya tapi faktor eksternal membuat masalah semakin senjang atau meningkat.
Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam evaluasi yang patut untuk mendapatkan penjelasan : Input adalah apa yang dilakukan oleh PR serta bagaimana produk tersebut didistribusikan. Output adalah bagaimana input digunakan, baik oleh publik sasaran secara langsung maupun oleh pihak ketiga yang merupakan penghubung atau pembentuk opini publik sasaran. Outcome(hasil akhir) ini melibatkan pengukuran efek akhir dari komunikasi. Outcome diukur dalam 3 cara :
·         Perubahan pada tingkat pemikiran atau kesadaran (kognitif)
·         Perubahan pada sikap atau opini (Afektif)
·         Perubahan dalam prilaku (konatif)

Sumber :  Halimatusa’diah, S.Sos

Perangkat dan Framing Entman

Framing Entnam             Menurut Entnam, meskipun analisis framing dipakai dalam berbagai bidang studi yang beragam, satu faktor yang m...