Konvergensi Media dan Manajemen Media Online
Pesatnya penggunaan internet berpengaruh secara meluas
tidak hanya pada bidang teknologi, tetapi juga pada aspek sosial, politik,
ekonomi-budaya, termasuk media massa. Dengan adanya internet, terjadi pemekaran
(konvergensi) dari jenis-jenis media yang sudah ada sebelumnya. Perkembangan
teknologi media yang cepat dengan kemampuan konvergensinya, secara perlahan
tapi pasti akan berdampak pada sistem kerja media massa, terutama praktik
jurnalistik. Meskipun prinsip-prinsip yang berkaitan dengan etika dasar tetap
dipertahankan sesuai nilai universal jurnalisme: akurat, objektif, fair,
seimbang, dan tidak memihak, namun dalam praktiknya, kehadiran jurnalisme online yang
difasilitasi internet sedikit banyak mereduksi teknik-teknik jurnalisme
konvensional yang selama ini berlaku. Perubahan itu tampak dari peran jurnalis,
fungsi gatekeeper, karakteristik medium, hingga perilaku
audiensnya.
Beberapa formula dalam pemberitaan jurnalisme online yang
berbeda dengan media konvensional antara lain: Pertama, berita
cepat tayang dan bahkan real time karena internet mampu
memperpendek jarak antara peristiwa dan berita. Pada saat peristiwa
berlangsung, beritanya bisa dipublikasikan secara luas. Kedua,
berita ditayangkan kapan saja, dari mana saja, tanpa memperhitungkan luas
halaman dan durasi, karena internet memang tidak memiliki problem ruang dan
waktu dalam mempublikasikan informasi. Ketiga, berita diformat
dalam bentuk singkat dan padat karena informasi terus mengalir dan berubah
sewaktu-waktu. Namun kelengkapan informasi tetap terjaga karena antara berita
yang satu dengan berita yang lain bisa dikaitkan (linkage) hanya
dengan satu klik. Keempat, untuk menjaga kepercayaan pembaca,
ralat, update, dan koreksi dilakukan secara periodik dan
konsisten. Ini sekaligus memanfaatkan kekuatan interaktif internet (Supriyanto
dan Yusuf, 2007: 104-105).
Menurut Sen dan Hill (2001: 227), di Indonesia,
teknologi internet mulai populer sejak tahun 1994. Saat itu internet masih
identik dengan materi pornografi dan gosip politik. Kehausan masyarakat
Indonesia untuk mengakses gambar-gambar porno bisa dipuaskan oleh internet
sehingga banyak pihak yang memperingatkan agar berhati-hati dengan internet. Di
sisi lain, ketertutupun politik menyebabkan hadirnya berbagai forum mailing
list. Salah satu yang paling terkenal adalah Indonesia-1 (kemudian
lebih populer disebut apakabar). Forum di dunia maya ini membahas
isu-isu politik di Indonesia, yang dimoderatori oleh John
MacDougall di Maryland, Amerika Serikat.
Pada tahun 1994-1995, apakabar dipandang
oleh para aktivis LSM sebagai medium yang sangat berharga untuk menyebarkan
berita-berita penting dalam negeri dan luar negeri yang bebas dari
sensor. Mailing list tersebut telah menjadi “sebuah sarana
luar biasa untuk menyatakan pendapat dan pikiran dengan bebas dan terbuka” (Sen
dan Hill, 2001: 227). Madu (2003: 22) dan Winters (2002), menilai. Kehadiran
internet bahkan telah menciptakan ruang-ruang publik secara bebas dan
otonom bagi oraganisasi atau kelompok untuk menentang kemampuan kekuasaan
negara. Berdasarkan penelitian Sen dan Hill (2001: 227), sekitar akhir 1995,
MacDougall memperkirakan ada sekitar 13.000 orang anggota mailing listapakabar,
kebanyakan orang Indonesia yang tinggal di Indonesia.
Namun Supriyanto dan Yusuf (2007: 104) menilai, kesan
yang umum berlaku pada saat itu, informasi politik yang muncul di dunia
internet seringkali dicurigai tidak berdasarkan fakta akurat. Akibatnya
internet identik dengan gosip politik dan berita sensasi. Persepsi buruk
terhadap internet menjadi tantangan tersendiri bagi para pendiri portal khusus
informasi atau situs berita (newsonline). Dengan modal
pengalaman jurnalistik di berbagai media konvensional, serta pemahaman tentang
teknologi internet sebagai media komunikasi interaktif, para pendiri situs
berita mulai berani menerapkan prinsip-prinsip kerja jurnalisme di ranah
internet. Dalam situasi perkembangan teknologi internet yang dipersepsikan
demikian, satu-persatu situs yang mengkhususkan diri pada penyajian berita mulai bermunculan.
Situs berita yang hadir di tengah-tengah gonjang-ganjing perpolitikan nasional
lalu menjadi pilihan masyarakat yang tengah membutuhkan informasi yang cepat,
dapat dipercaya, dan tentunya bebas dari sensor.
Pada awalnya, dimulai tahun 1995, beberapa perusahaan
media cetak memajang produknya di website. Harian Republika (www.republika.co.id) dan
Harian Kompas (www.kompas.com) adalah contoh perusahaan pers di
Indonesia yang mengawali pemanfaatan website sebagai medium
publikasi, lalu disusul media-media cetak lain. Namun apa yang dilakukan kedua
harian tersebut tidak lebih dari sekadar menempatkan ulang produk yang sama
dari versi cetak ke versi web. Sajian yang terdapat di situs web kedua harian
tetrsebut hanyalah digitalisasi format teks dari versi cetaknya. Oleh karena
itu, pada dasarnya saat itu kedua situs yang berdiri tetap saja bagian dari
tradisi pers cetak, bukan pers online (Darsono, 2002).
Darsono (2002) menambahkan, situs web Tempo
lnteraktif (www.tempo.co.id), yang menyusul setahun
kemudian (Maret 1996), memberi warna baru dalam bidang publikasi berbahasa
Indonesia di website. Setidaknya, Tempo Interaktif menjadi
perusahaan pers pertama di Indonesia yang memanfaatkan teknologi web sebagai
media publikasinya tanpa memiliki versi cetak, terkecuali penerbitan buku
kumpulan artikel dalam Majalah Tempo sebelum dibredel (Juni
1994) yang pernah didokumentasikan di web tersebut. Meskipun demikian, praktik
persTempo Interaktif tetap saja dalam bayang-bayang pendekatan
tradisi pers cetak. Situs ini misalnya, hanya di-update seminggu
sekali. Seolah merupakan pengejawantahan tradisi pers cetak yang mengenal
periodisasi penerbitan—harian, mingguan, dwi mingguan, bulanan dan seterusnya.
Situs berita Detik.com (www.detik.com) oleh
banyak orang dinilai sebagai pelopor praktik personline di
Indonesia. Sejak pertama kali di-online-kan tanggal 9 Juli 1998, Detik.com bukan
saja hanya menggunakan format penerbitannya dalam bentuk halaman-halaman web
saja—tanpa versi cetak, namun juga memang sejak awal dirancang dengan
mengakomodasi dan memanfaatkan kecanggihan, kemudahan, dan keleluasaan yang
menjadi karakter teknologi web. Kesuksesan Detik.com mendorong
situs berita dengan format sejenis bermunculan, seperti Astaga.com, Satunet.com,
Lippostar.com, dan Kompas Cyber Media (KCM) yang
merupakan perkembangan lebih lanjut dari Kompas.com.
Beberapa situs berita tersebut masih bertahan sampai
saat ini, namun sebagian mengalami kerugian sehingga tutup atau bermetamorfisis
ke dalam bentuk situs lain di luar kategori situs berita. Astaga.com dan Satunet.com kini
sudah berganti format, sementara Detik.com, TempoInteraktif,
dan Kompas Cyber Media (KCM) masih tetap eksis.
Fenomena ini menjadi menarik karena jika dirunut dari
akar permasalahannya, problematika yang dihadapi oleh situs berita pada
prinsipnya adalah bagaimana mengelola isi (content) situs
bersangkutan, bukan hanya membangun web portal, lalu tinggal mengembangkannya
saja. Untuk bisa tetapsurvive sebuah media online seperti
situs berita membutuhkan perencanaan dan pengelolaan yang matang. Sejumlah
kekhasan yang dimiliki media ini membuat para pengelolanya harus memperhatikan
aspek-aspek pengelolaan informasi yang berbeda dengan media lain.
Banyaknya peristiwa yang terjadi dalam waktu bersamaan,
pengutamaan kecepatan waktu penyampaian informasi, ruang media online yang
terbatas, keterbatasan SDM yang dimiliki, serta karakter teknologi media yang
kompleks, membuat format media dan produksinya pun akan berubah. Kenyataan ini
seharusnya dapat diantisipasi oleh para pengelola media online.
Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan oleh Singer (2001) mengindikasikan
bahwa ketika suratkabar menjadi online, peran penjaga
gerbang (gatekeeper) mereka “menghilang” digantikan oleh
tirani kecepatan (updating).
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana
manajemen pada sebuah media online dilakukan? Bagaimana pengelolaan
media mulai dari struktur organisasi, SDM, infrastruktur teknologi?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akhirnya bermuara pada persoalan mendasar
berkaitan dengan situs berita, yakni bagaimana manajemen redaksional dijalankan
pada media online? Tidak seperti media yang berbasis cetak,
manajemen redaksional situs berita bekerja sejalan dengan karakter berbeda yang
dimiliki oleh media online, baik dalam hal manajemen pemberitaan,
pengelolaan rubrikasi, editing, dan hal-hal teknis jurnalistik lainnya.
Situs berita dirancang untuk diakses
secara gratis oleh pembaca. Oleh karena itu, sejak kemunculan pertamanya, para
pengelola sudah memikirkan bagaimana agar situs beritamampu mendapat dukungan
iklan. Upaya meneliti bagaimana langkah-langkah pengelolaan situs berita di
Indonesia menjadi relevan untuk melihat bagaimana problematika yang dihadapi
dalam pengelolaan situs berita. Spektrum persoalan seputar finansial sebagai
konsekuensi dari media berbasis dua muka (pembaca/pengakses dan pengiklan) akan
menjadi warna tersendiri dalam upaya melihat manajemen redaksional dalam situs
berita.
Awalnya banyak yang meragukan kemampuan internet
menyingkirkan media cetak, apalagi radio dan televisi karena sifat internet
yang tidak praktis dan mahal. Kenyataannya, asumsi bahwa internet tidak praktis
hanya bertahan beberapa tahun. Internet dahulu dinilai tidak praktis karena
dalam mengoperasikan dibutuhkan komputer, ruang khusus untuk komputer, serta
jaringan telekomunikasi yang handal. Kini perkembangan perangkat keras
teknologi komputer sudah menciptakan komputer jinjing-portable (laptop) yang
bisa dibawa ke mana-mana sebagaimana orang menenteng koran. Teknologi Wi-Fi
juga memungkinkan akses internet secara mudah di berbagai tempat yang
menyediakan titik-titik hotspot untuk menikmati fasilitas
tersebut. Munculnya teknologi broadband bahkan memudahkan orang mengakses
internet di mana saja dengan teknologi mobile. Bila teknologi
AMPS (generasi pertama/1G) yang muncul pada awal 1990-an sekadar melampaui
keterbatasan fungsi telepon yang statis menjadi dinamis, serta hanya
menampilkan suara, maka pada teknologi GSM (generasi kedua/2G) yang bergerak
pada pertengahan dekade 1990-an, teknologi seluler tidak hanya mampu menjadi
wahana tukar informasi dalam bentuk suara tetapi juga data, berupa teks dan
gambar (SMS dan MMS). Karena murah, akses teknologi mobilegenerasi
kedua ini berkembang pesat di Indonesia, sehingga memasuki 2000-an, handphone
menjadi perangkat hidup (gadget) sehari-hari.
Sejak tahun 2006, masyarakat di Indonesia sudah bisa
menikmati layanan audio-visual yang lebih canggih dengan teknologi generasi
ketiga (3G). Ada juga pilihan koneksi internet ke aplikasi seluler dengan
sistem UMTS, WiFi, dan WiMax. Berkaitan dengan kecepatan akses, beberapa
jaringan operator seluler sudah memiliki jaringan paling cepat yang dikenal
denganhigh-speed downlik packet access (HSDPA) atau yang sering
disebut dengan 3,5G, yaitu generasi yang merupakan penyempurnaan dari 3G.
Terakhir, vendor maupun operator seluler sudah mulai menggunakan
teknologi next generation network (NGN) atau 4G (Subarkah,Kompas, 29
Juni 2007).
Pada babakan inilah apa yang disebut konvergensi media
akan mencapai titik maksimal. Lewat segenggam handset, orang di
berbagai penjuru dunia bisa mengakses informasi secara cepat dan lengkap sesuai
kebutuhan. Komunitas pers menjadi pihak pertama yang memanfaatkan teknologi ini
dengan menampilkan informasi dalam bentuk teks, gambar, audio, dan visual.
Konsekuensinya, model-model jurnalisme via internet dan teknologi seluler yang
mengusung kecanggihan teknologi ini juga membawa pengaruh bagi praktik kerja
jurnalisme mainstream (cetak, radio, dan televisi).
Perspektif
ini didukung oleh tujuan bahwa esensi dari proses komunikasi tetap tidak
berubah. Apa yang membuat bentuk-bentuk komunikasi berbeda satu sama lain
bukanlah penerapan aktualnya, namun perubahan-perubahan dalam proses-proses
komunikasi seperti kecepatan komunikasi, harga komunikasi, persepsi-persepsi
pihak-pihak yang berkomunikasi, kapasitas penyimpanan, fasilitas tempat
mengakses informasi, densitas (kepekatan/kepadatan), kekayaan arus-arus
informasi, jumlah fungsionalitas/intelijen yang dapat ditransfer. Titik
esensialnya adalah bahwa keunikan internet terletak pada efisiensinya sebagai
sebuah medium. Namun esensi komunikasi secara keseluruhan dan jurnalisme
khususnya tetap tidak berubah (Santana, 2005: 136).
Menurut Santana (2005: 136), terdapat tiga kelompok
situs berita dalam kaitannya dengan isi. Pertama, model
situs berita yang banyak digunakan oleh media berita konvensional, yakni
sekadar merupakan edisi online dari medium induknya. Isi
orisinilnya diciptakan kembali oleh internet dengan cara mengintensifkan isi
dengan kapabilitas-kapabilitas teknis daricyberspace. Sejumlah
fitur interaktif dan fungsi-fungsi multimedia ditambahkan. Isinya di-update lebih
sering daripada medium induknya. Washington Post Online (www.washingtonpost.com), CNN
Interactive (www.CNN.com), dan BBC News Online
(www.BBC.co.uk) adalah contoh-contoh tipikal tipe ini. Kedua, bentukan
situs Web-nya berisikan orisinalitas indeks, dengan cara mendesain ulang dan
merubah isi dari berbagai media berita. Saloon.com atau Slate
and Drudge Report.com masuk ke dalam tipe ini. Situs ini memendekkan
portal-portal pemberitaan melalui indeksisasi dan kategorisasi, hasil seleksi
berbagai media berita dan isi mereka. Berbagai model situs ini terfokus pada
isu-isu spesifik, melayani kepentingan komunitas dan kelompok-kelompok
tertentu, serta membuat saluran pertukaran pikiran dan diskusi interaktif
dengan pembacanya. Ketiga, situs berita yang
berisi diskusi dan komentar-komentar pendek tentang berita dan media.
Media-media watchdogsmasuk ke dalam kelompok ini. Mereka menjadi
saluran untuk diskusi masyarakat mengenai permasalahan yang mencuat.
Perkembangan
teknologi jaringan komputer yang fantastis pada akhir dekade 1980-an mendorong
lahirnya teknologi internet. Secara sederhana, internet dapat dipahami sebagai
sebuah cara atau metode untuk mentransmisikan bit-bit data atau informasi dari
satu komputer ke komputer yang lain, dari satu lokasi ke lokasi yang lain di
seluruh dunia. Kelebihan teknologi internet adalah kemampuannya menjangkau seluruh
penjuru dunia dalam waktu yang serentak. Internet juga memberikan ruang yang
nyaris tak terbatas bagi setiap orang untuk menyimpan, mengirimkan, atau
membuka akses informasi tersebut kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana
saja.
Apalagi, dengan dikenalkannya teknologi World
Wide Web (WWW) pada awal tahun 1990-an oleh Tim Berners-Lee, internet
dapat menampilkan “halaman-halaman” yang tidak hanya berisi teks, tetapi juga
gambar, grafik, animasi, dan suara yang menarik serta penuh warna sehingga mampu
menampilkan layanan multimedia yang bersifat audio-visual (data, citra, dan
suara). Internet tidak saja dapat menyajikan data yang bersifat teks dan
gambar, tetapi juga sinergi audio dan visual. Sifatnya yang dinamis dan
interaktif membuatnya lebih menarik dibanding sumber media informasi lain.
Secara resmi, proyek internet pertama kali
dikembangkan pada tahun 1969 oleh salah satu lembaga riset di Amerika Serikat,
yaitu DARPA (Defence Advanced Research Projects Agency). Dilatarbelakangi
perang dingin antara AS dan Uni Soviet, teknologi ini diciptakan dengan tujuan
mengantisipasi kehilangan data penting yang dimungkinkan terjadi seandainya Uni
Soviet berhasil menduduki basis militer AS. Tahun 1972, jaringan komputer yang
pertama dihasilkan dari proyek DARPA tersebut lahir dan diberi nama ARPANet.
Jaringan tersebut menghubungkan 40 titik melalui berbagai macam jaringan
komunikasi dan tahan terhadap berbagai gangguan alam. Aplikasi yang
dikembangkan pada saat itu masih sebatas FTP (File Transfer Protocol), email,
dan telnet (Wahyono, 2006: 133).
Pada perkembangannya, titik yang dihubungkan pada
jaringan ARPANet terus bertambah sehingga protokol NCP (Network
Communication Protocol, yang saat itu digunakan tidak mampu lagi
menampungnya. Setelah melalui penelitian lanjutan, akhirnya DARPA menemukan
TCP (Transfer Communication Protocol) dan IP (Internet
Protocol) untuk menggantikan NCP sebagai protokol standar resmi. Tahun
1984, jumlah host pada jaringan internet mencapai lebih dari 1.000 titik.
Host-pun berkembang menjadi DNS (Domain Name Sytem) sebagai
standardisasi nama domain dan menggantikan fungsi tabel host. Jumlah di atas
pun terus berkembang sehingga pada tahun 1987 telah melewati 10.000 titik
jaringan (Wahyono, 2006: 133).
Sebagai medium baru, internet dan produk turunannya
memiliki karakteristik khas dibanding dengan media konvensional yang telah ada.
Internet merupakan salah satu aplikasi teknologi yang mendasarkan diri pada
sistem kerja (platform) komputer. Oleh karena itu, tipologi
(sistem) komputer akan menjadi landasan utuk mengidentifikasi batasan serta
karakteristik internet dan produk derivatnya. Salah satu derivat produk
teknologi Internet adalah situs berita. Disebut derivat karena pada prinsipnya,
situs berita adalah penamaan untuk menyebut salah satu jenis media
online yang telah ada. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Ashadi
Siregar (dalam Kurniawan, 2005: 20). Menurutnya:
“Media online adalah sebutan umum untuk sebuah bentuk
media yang berbasis telekomunikasi dan multimedia (baca-komputer dan internet).
Didalamnya terdapat portal, website (situs web), radio-online, TV-online, pers
online, mail-online, dll, dengan karakteristik masing-masing sesuai dengan
fasilitas yang memungkinkan user memanfaatkannya”.
Penggunaan instrumen komputer sebagai sarana produksi
dan reproduksi informasi dalam penerbitan elektronik membawa implikasi terhadap
sifat dan bentuk informasi yang dibawakannya. Dalam medium komputer ini
informasi dikemas dalam format dokumen elektronik, bentuk ini
menjadikan informasi tersebut memiliki sifat salah satunya mudah untuk di “customise”, atau diatur-atur
sesuai kebutuhan dan pemanfaatannya. Selain itu juga semakin memudahkan
transfer informasi antar pengguna dan pengakses penerbitan elektronik
Salah satu pendekatan dalam memahami media online juga
dipaparkan oleh Ashadi Siregar (dalam Kurniawan, 2005: 20). Ia melihat
media online, melalui kacamata pendefinisian suratkabar digital,
yakni ebuah entitas yang merupakan integrasi media massa konvensional
dengan internet. Identifikasinya terhadap ciri-ciri yang melekat pada surat
kabar digital ditulisnya sebagai berikut :
1.
adanya kecepatan (aktualitas) informasi
2.
bersifat interaktif, melayani keperluan khalayak
secara lebih personal
3.
memberi peluang bagi setiap pengguna hanya mengambil
informasi yang relevan bagi dirinya/dibutuhkan
4.
kapasitas muatan dapat di perbesar
5.
informasi yang pernah disediakan tetap tersimpan
(tidak terbuang), dapat ditambah kapan saja, dan pengguna dapat mencarinya
dengan menggunakan mesin pencari
6.
tidak ada waktu yang diistimewakan (prime time) karena
penyediaan informasi berlangsung tanpa putus, hanya tergantung kapan pengguna
mau mengakses.
Salah satu desain media online yang
paling umum diaplikasikan dalam praktik jurnalistik modern dewasa ini adalah berupa
situs berita. Situs berita atau portal informasi sesuai dengan namanya
merupakan pintu gerbang informasi yang memungkinkan pengakses informasi
memperoleh aneka fitur fasilitas teknologi online dan berita
didalamnya. Content-nya merupakan perpaduan layanan interaktif yang
terkait informasi secara langsung, misalnya tanggapan langsung, pencarian
artikel, forum diskusi, dll; dan atau yang tidak berhubungan sama sekali
dengannya, misalnya games, chat, kuis, dll (Iswara, 2001).
Lebih lanjut tentang media online berupa
portal informasi ini, Iswara (2001) menjelaskan karakteristik umum yang
dimiliki media jenis ini, yaitu:
1.
Kecepatan (aktualitas) informasi
Kejadian atau peristiwa yang terjadi di lapangan
dapat langsung di upload ke dalam situs web media online ini,
tanpa harus menunggu hitungan menit, jam atau hari, seperti yang terjadi pada
media elektronik atau media cetak. Dengan demikian mempercepat distribusi
informasi ke pasar (pengakses), dengan jangkauan global lewat jaringan
internet, dan dalam waktu bersamaan .dan umumnya informasi yang ada tertuang
dalam bentuk data dan fakta bukan cerita.
2. Adanya
pembaruan (updating) informasi
Informasi disampaikan secara terus menerus, karena
adanya pembaruan (updating) informasi. Penyajian yang bersifat
realtime ini menyebabkan tidak adanya waktu yang diiistemewakan(prime time) karena
penyediaan informasi berlangsung tanpa putus, hanya tergantung kapan pengguna
mau mengaksesnya.
3.
Interaktivitas
Salah satu keunggulan media online ini
yang paling membedakan dirinya dengan media lain adalah fungsi interaktif.
Model komunikasi yang digunakan media konvensional biasanya bersifat searah
(linear) dan bertolak dari kecenderungan sepihak dari atas (top-down).Sedangkan
media online bersifat dua arah dan egaliter. Berbagai features
yang ada sepertichatroom, e-mail, online polling/survey, games,
merupakan contoh interactive options yang terdapat di
media online. Pembaca pun dapat menyampaikan keluhan, saran, atau
tanggapan ke bagian redaksi dan bisa langsung dibalas.
4.
Personalisasi
Pembaca atau pengguna semakin otonom dalam menentukan
informasi mana yang ia butuhkan. Media online memberikan
peluang kepada setiap pembaca hanya mengambil informasi yang relevan bagi
dirinya, dan menghapus informasi yang tidak ia butuhkan. Jadi selektivitas
informasi dan sensor berada di tangan pengguna (self control).
5.
Kapasitas muatan dapat diperbesar
Informasi yang termuat bisa dikatakan tanpa batas
karena didukung media penyimpanan data yang ada di server komputer
dan sistem global. Informasi yang pernah disediakan akan tetap tersimpan, dan
dapat ditambah kapan saja, dan pembaca dapat mencarinya dengan mesin
pencari (search engine).
6.
Terhubung dengan sumber lain (hyperlink)
Setiap data dan informasi yang disajikan dapat
dihubungkan dengan sumber lain yang juga berkaitan dengan informasi tersebut,
atau disambungkan ke bank data yang dimiliki media tersebut
atau dari sumber-sumber luar. Karakter hyperlink ini juga
membuat para pengakses bisa berhubungan dengan pengakses lainnya ketika masuk
ke sebuah situs media online dan menggunakan fasilitas yang
sama dalam media tersebut, misalnya dalam chatroom, lewat e-mail atau
games.
Sebagaimana portal informasi, situs berita memiliki
kesesuaian dengan karakter-karakter yang telah dipaparkan diatas (bahkan kalau
boleh dikatakan identik). Sebab pada prinsipnya secara teknis tidak
ada yang membedakan kedua jenis media online tersebut,
keduanya memanfaatkan aplikasi teknologi internet yang sama (dibangun dengan
konsep bahasa HTMLdan Java), dan menggunakan web
browser sebagai sarana outputnya.
terimakasih atas sumber bahannya...
BalasHapus