Konten
analisis semiotik, framing dan wacana
1. Analisis Semiotik (Semiotic Analysis)
Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan
sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala
yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain,
pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut
Eco, ada sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian
untuk semiotik, yaitu semiotik binatang, semiotik tanda-tanda bauan, komunikasi
rabaan, kode-kode cecapan, paralinguistik, semiotik medis, kinesik dan
proksemik, kode-kode musik, bahasa yang diformalkan, bahasa tertulis, alfabet
tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi visual, sistem objek, dan
sebagainya Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya
saja bisa mengambil objek penelitian, seperti pemberitaan di media massa,
komunikasi periklanan, tanda-tanda nonverbal, film, komik kartun, dan sastra
sampai kepada musik.
Berkenaan dengan hal tersebut, analisis semiotik merupakan
upaya untuk mempelajari linguistik-bahasa dan lebih luas dari hal tersebut
adalah semua perilaku manusia yang membawa makna atau fungsi sebagai
tanda. Bahasamerupakan bagian linguistik, dan linguistik merupakan bagian
dari obyek yang dikaji dalam semiologi. Selain bahasa yang merupakan
representasi terhadap obyek tertentu, pemikiran tertentu atau makna tertentu,
obyek semiotika juga mempelajari pada masalah-masalah non linguistik.
Salah seorang sarjana yang secara konservatif menjabarkan
teori De de Saussure ialah RolandBarthes (1915 – 1980). Ia menerapkan model
Ferdinand De Saussure dalam penelitiannya tentang karya -karya sastra dan
gejala-gejala kebudayaan, seperti mode pakaian. Bagi Barthes komponen –
komponen tanda penanda – petanda terdapat juga pada tanda -tanda bukan bahasa
antara lainterdapat pada bentuk mite yakni keseluruhan si stem citra dan
kepercayaan yang dibentukmasyarakat untuk memp-ertahankan dan menonjolkan
identitasnya (de Saussure,1988).
Selanjutnya Barthes (1957 dalam de Saussure) menggunakan
teori signifiant -signifie yang dikembangkan menjadi teori
tentang metabaha sa dan konotasi. Istilah signifiant menjadi ekspresi
(E) dan signifie menjadi isi (C). Namun Barthes mengatakan bahwa
antara E dan C harus ada relasi (R) ter-tentu, sehingga membentuk tanda
( sign, Sn). Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih mungkin
berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda.
Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk
tanda baru, sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama. Pengem-bangan
ini disebut sebagai gejala meta -bahasa dan membentuk apa yang disebut
kesinoniman (synonymy). Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang
dikenal dengan dengan istilah denotasi dan oleh Barthes disebut sistem primer.
Kemudian pengembangan -nya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder ke arah
ekspresi dise but metabahasa. Sistem sekunder ke arah isi disebut konotasi
yaitu pengembangan isi sebuah ekspresi. Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak
hanya oleh paham kognisi, melainkan juga oleh paham pragmatik yakni pemakai
tanda dan situasi pemahamannya.
Macam-macam Semiotik :
Hingga saat ini, sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam
semiotik yang kita kenal sekarang (Pateda, dalam Sobur, 2004). Jenis -jenis
semiotik ini antara lain semiotik analitik, diskriptif, faunal
zoosemiotic, kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural.
1. Semiotik analitik merupakan semiotik
yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan
tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan
sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang
mengacu pada obyek tertentu.
2. Semiotik deskriptif adalah semiotik
yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang meskipun ada
tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3. Semiotik faunal
zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memper hatikan sistem tanda
yang dihasilkan oleh hewan. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus
menelaah system tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat.
4. Semiotik naratif adalah semiotik yang
membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan c erita lisan
(folklore).
5. Semiotik natural atau semiotik yang
khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Semiotik normative
merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia
yang berwujud norma-norma.
Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah
sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang
kata maupun lambing rangkaian kata berupa kalimat. Semiotik struktural adalah
semiotik yang khusus menelaah system tanda yang dimanifestasikan melalui
struktur bahasa.
2. Analisis Framing
Analisa Framing adalah analisis yang digunakan untuk
mengetahui bagaimana realitas (aktor, kelompok, atau apa saja) dikonstruksi
oleh media (Eriyanto, 2005, p.3). Analisa framing memiliki dua konsep yakni
konsep pskiologis dan sosiologis. Konsep psikologis lebih menekankan pada
bagaimana seseorang memproses informasi pada dirinya sedangkan konsep
sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas.
Analisis Framing sendiri juga merupakan bagian dari analisis isi yang
melakukan penilaian tentang wacana persaingan antar kelompok yang muncul atau
tampak di media.
Analisis Framing juga dikenal sebagai konsep bingkai, yaitu
gagasan sentral yang terorganisasi, dan dapat dianalisis melalui dua
turunannya, yaitu simbol berupa framing device dan reasoning device. Framing
device menunjuk pada penyebutan istilah tertentu yang menunjukkan “julukan”
pada satu wacana, sedangkan reasoning device menunjuk pada analisis
sebab-akibat. Di dalamnya terdapat beberapa ‘turunan’, yaitu metafora,
perumpamaan atau pengandaian. Catchphrases merupakan slogan-slogan yang harus
dikerjakan. Exemplar mengaitkan bingkai dengan contoh, teori atau pengalaman
masa silam. Depiction adalah “musuh yang harus dilawan bersama”, dan visual
image adalah gambar-gambar yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Pada
instrumen penalaran, Roots memperlihatkan analisis sebab-akibat, Appeals to
principles merupakan premis atau klaim moral, dan Consequences merupakan
kesimpulan logika penalaran.
Teknik Framing Dan Konsep Model Zhondhang Pan Dan Gerald M
Kosicki
Menurut Etnman, framing berita dapat dilakukan dengan empat
teknik, yakni pertama, problem identifications yaitu peristiwa
dilihat sebagai apa dan nilai positif atau negatif apa, causal
interpretations yaitu identifikasi penyebab masalah siapa yang dianggap
penyebab masalah, treatmen rekomnedationsyaitu menawarkan suatu cara
penanggulangan masalah dan kadang memprediksikan penanggulannya, moral
evaluations yaitu evaluasi moral penilaian atas penyebab masalah.
Ada dua konsep framing yang saling berkaitan, yaitu konsep
psikologis dan konsep sosiologis yaitu :
1. Dalam konsep psikologis, framing
dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks khusus dan menempatkan
elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi
seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi itu menjadi lebih penting dalam
mempengaruhi pertimbangan seseorang saat membuat keputusan tentang realitas.
2. Sedangkan konsep sosiologis framing
dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan,
mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya
dan realitas diluar dirinya Dalam Zhondhang Pan Dan Gerald M Kosicki, kedua konsep
tersebut diintegrasikan.
Secara umkum konsepsi psikologis melihat frame sebagai
persoalan internal pikiran seseorang, dan konsepsi sosiologis melihat frame
dari sisi lingkungan sosial yang dikontruksi seseorang. Dalam model ini,
perangkat framing yang digunakan dibagi dalam empat struktur besar, yaitu
sintaksis (penyusunan peristiwa dalam bentuk susunan umum berita), struktur
skrip (bagaimana wartawan menceritakan peristiwa ke dalam berita), struktur
tematik (bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam
proposisi, kalimat, atau antar hubungan hubungan kalimat yang memberntuk teks
secara keseluruhan), dan struktur retoris (bagaimana menekankan arti tententu
dalam berita)
3. Analisis Wacana
Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat
kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan
menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak
digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih
ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada
analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu
bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.
Analisis wacana merupakan suatu kajian yang
digunakan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan
bahasa secara alamiah ini berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi
sehari-hari. Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan
kajian penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar
penutur. Senada dengan itu, cocok dalam hal ini menyatakan bahwa analisis
wacana itu merupakan kajian yang membahas tentang wacana, sedangkan wacana itu
adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Menurut Stubbs (Arifin,2000:8).
Analisis wacana dalam Sobur ( 2006:48) adalah studi tentang
struktur pesan pada dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, telaah mengenai
aneka fungsi (prakmatik) bahasa. Kajian tentang pembahasaan realitas dalam
sebuah pesan tidak hanya apa yang tampak dalam teks atau tuklisan, situasi dan
kondisi (konteks) seperti apa bahasa tersebut diujarkan akan membedakan makna
subyektif atau makna dalam perspektif mereka.
Crigler (1996) dalam Sobur (2006 : 72) mengemukakan bahwa
analisis wacana termasuk dalam pendekatan konstruktionis. Ada dua karakteristik
penting dari pendekatan konstruksionis yaitu :
1. Pendekatan konstruksionis menekankan
pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang
realitas politik.
2. Pendekatan konstruksionis memandang
kegiatan komunikasi sebagai suatu proses yang terus menerus dan dinamis. Dari
sisi sumber (komunikator), pendekatan konstruksionis memeriksa pembentukan
bagaimana pesan ditampilkan, dan dari sisi penerima ia memeriksa bagaimana
konstruksi individu ketika menerima pesan.
Kembali pada anilsa wacana yang sesungguhnya berusaha
memahami bagaimana realitas dibingkai, direproduksi dan didistribusikan ke
khalayak. Analisis ini bekerja menggali praktek-praktek bahasa di balik teks
untuk menemukan posisi ideologis dari narasi dan menghubungkannya dengan
struktur yang lebih luas. Dengan demikian analisis wacana merupakan salah satu
model analisa kritis yang memperkaya pandangan khalayak bahwa ada keterkaitan
antara produk media, ekonomi dan politik. Keterkaitan ini dapat dimunculkan
pada saat analisis wacana bergerak menuju pertanyaan bagaimana bahasa bekerja
dalam sebuah konteks dan mengapa bahasa digunakan dalam sebuah konteks dan
bukan untuk konteks yang lain.
Pada dasarnya ada beberapa perbedaan mendasar antara
analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai
berikut. Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan
dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada
pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.
Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang
bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada
pesan yang bersifat latent (tersembunyi).
Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa
yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan
(how). Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan
analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.
Sumber :
Bungin, Burhan, 2008, Penelitian Kualitatif,
Jakarta: Kencana prenada media group.
Kriyantono, Rachmat, 2007. Teknik Praktis Riset
Komunikasi, Jakarta: Kencana prenada media group.
Rakhmat ,Jalaludin, 1999, Metode Penelitian
Komunikasi, Rosdakarya, Bandung.
Sudradjat M,2002, Metode Penarikan Sampel dan
Penyusunan Skala, UNPAD Bandung.
mbak, minta pencerahannya buat skripsi komunikasi
BalasHapusmantul
BalasHapus